Powered By Blogger

Jumat, 14 November 2014


MARAH
Amarah adalah salahsatu bentuk emosi manusia yang sepenuhnya bersifat normal dan sehat. Setiap individu pasti pernah marah dengan berbagai alasan. Meski merupakan suatu hal yang wajar dan sehat, namun jika tidak dikendalikan dengan tepat dan bersifat destruktif maka amarah akan berpotensi besar untuk menimbulkan masalah baru, seperti masalah di tempat kerja, di keluarga, atau pun hubungan interpersonal.
Faktor penyebab mengapa seseorang menjadi marah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: external dan internal. Faktor external adalah hal-hal yang datang dari luar diri sang individu. Contoh: Anda marah kepada atasan atau bawahan anda; anda juga bisa menjadi marah karena terjebak macet atau tertundanya jadwal penerbangan. Di samping hal-hal external tersebut, kemarahan juga dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang ada di dalam diri anda. Dengan kata lain ada unfinished business yang bisa memicu anda untuk marah. Contoh: ketakutan atau kekuatiran terhadap suatu hal tertentu, ketidakmampuan dalam berinteraksi, adanya pengalaman traumatik atau pun kenangan pahit di masa lalu.
Sehubungan dengan kemarahan, dalam kehidupan sehari-hari seringkali dijumpai bahwa ada individu-individu tertentu yang sangat gampang marah. Mereka bisa marah terhadap hal apa saja, dengan siapa saja dan kapan saja. Singkat kata mereka ini lebih banyak menunjukkan kemarahan dibandingkan dengan individu-individu lainnya. Individu-individu seperti inilah yang biasa di sebut "Pemberang" atau sering pula disebut sebagai orang yang "emosional" (meski istilah ini menurut saya kurang tepat). Individu-individu ini amat sering terlihat mengomel, menggerutu, memboikot atau menarik diri dari pergaulan, berteriak, bahkan sampai melemparkan barang-barang atau mengeluarkan kata-kata tidak senonoh.

Adapun faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa individu tertentu gampang sekali menjadi marah dapat dibagi dalam beberapa faktor sebagai berikut:

1. Genetik
Fakta genetik menunjukkan bahwa beberapa anak memang terlahir dengan karakteristik mudah marah. Hal ini bisa dilihat pada awal-awal tahun kehidupan sang anak.

2. Sosial-Budaya
Dalam budaya masyarakat tertentu amarah atau marah sering dianggap sebagai suatu hal yang negatif. Individu seringkali diajarkan bahwa mengungkapkan atau melepaskan kecemasan, depresi atau emosi yang lain adalah baik kecuali kemarahan. Akibatnya individu menjadi tidak pernah belajar bagaimana mengatasi rasa marah ataupun mengekpresikan kemarahan secara konstruktif.

3. Latarbelakang Keluarga
Tak bisa dipungkiri bahwa faktor keluarga memainkan peranan yang signifikan terhadap gampang atau tidaknya seseorang menjadi marah. Nampaknya pepatah kuno yang mengatakan bahwa "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" masih berlaku. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu-individu yang gampang marah seringkali berasal dari keluarga yang berantakan dan tidak trampil dalam mengungkapkan emosi ataupun berkomunikasi. Selain itu dijumpai pula bahwa orangtua yang "pemberang" cenderung menghasilkan anak yang pemberang pula

10 MENGENDALIKAN MARAH
Amarah tidak mudah dihilangkan, tetapi bisa dikendalikan.
                                        Berhasil mengendalikan rasa marah
                               berarti mengurangi potensi datangnya masalah.
.
.
          Seperti diungkap dalam tulisan sebelumnya "Bahayanya Kemarahan yang Tak Terkendali", memang ada orang-orang yang memiliki karakter mudah marah. Latar belakang keluarga atau persoalan-persoalan hidup sehari-hari memang bisa mengkondisi-kan seseorang jadi mudah marah.
          Bahkan ada anggapan yang mempercayai kalau tabiat lekas marah pada orang-orang tertentu memang sudah bawaan sejak lahir. Mungkin untuk kasus-kasus tertentu tabiat cepat marah harus ditangani oleh seorang psikolog atau psikiater.
          Ini jika rasa marah sudah menjadi semacam penyakit psikis yang kronis, pelampiasannya selalu bersifat agresif, serta mendatangkan akibat-akibat serius, baik bagi si penderita mapun orang-orang di sekitarnya.
          Tetapi sesungguhnya masih banyak cara praktis yang bisa dipraktekkan secara mandiri untuk mengendalikan atau me-ngurangi frekuensi munculnya amarah, berikut mencegahnya menjadi sebentuk kemarahan yang sifatnya agresif.
          Pada prinsipnya, ada tiga cara menegendalikan tabiat marah. Pertama, melakukan langkah-langkah khusus setiap kali rasa marah muncul. Kedua, mengembangkan langkah-langkah khusus tersebut menjadi kebiasaan. Ketiga, mengubah paradigma atau cara pandang terhadap suatu permasalahan.
          Jika kebiasaan marah-marah sudah berlangsung sangat lama, maka pengendaliannya pun perlu latihan yang terus-menerus. Itu berarti dibutuhkan usaha pengendalian yang mencakup tindakan praktis, membangun kebiasaan baru, serta mengembangkan cara pandang yang lebih positif.
          Sementara jika kemarahan muncul hanya karena stimulus-stimulus dari luar yang sifatnya insidental, tips berikut cukup ampuh untuk meredakan dan mengendalikan rasa marah.
          1. Tarik Nafas
          Rasa marah bisa muncul karena sebab-sebab sepele dari luar diri kita. Tetapi, kemarahan jenis ini biasanya telah ada bibit sebelum stimulus dari luar muncul dan membuatnya meledak. Mungkin saja kondisi psikis kita sedang tertekan sehingga hal kecil pun bisa memancing kemarahan.
          Cara praktis pertama yang bisa dilakukan untuk mengendali-kan marah seperti ini adalah dengan segera menarik nafas dalam-dalam selama 1-2 menit. Kemudian, lanjutkan dengan nafas yang lebih pelan dan teratur.
          Jika sebab kemarahan ada di depan kita, maka sebaiknya kita berpaling dan mengayun beberapa langkah menjauhinya sambil tetap mengatur pernafasan yang lembut. Jika sedang sendirian di ruangan, ada baiknya kita melangkah tujuh ke depan dan tujuh langkah ke belakang.
          Hal penting yang harus dilakukan saat mengatur pernafasan maupun melangkah ke depan dan ke belakang adalah berdialog dengan diri sendiri.
          Cobalah bertanya dengan bijaksana kepada diri sendiri, misalnya: "Apakah aku layak marah?", "Apakah dengan marah masalah akan selesai?", "Apakah kemarahanku membuat keadaan menjadi lebih baik?", "Apakah benar kejadian ini semata karena kesalahan orang lain?", "Bukankah lebih baik memfokuskan pikiran untuk mencari jalan keluarnya?", "Apa keuntungan dan kebaikan yang saya dapat jika masalah ini bisa diselesaikan dengan baik?", dll.
          Lakukan dialog dengan diri sendiri tersebut berulang-ulang sambil tetap mengatur pernafasan dengan lembut dan berirama. Jika di sekitar ada cermin, maka dialog akan lebih efektif dalam memberikan sugesti diri yang lebih positif.
          Jika rasa marah muncul di tengah keramaian, segera alihkan perhatian dari obyek yang dianggap sebagai penyebab kemarahan. Carilah obyek lain sebagai perhatian dan selanjutnya lakukan dialog diri seperti di atas.
          2. Pengungkapan yang Dewasa
          Sebagian ahli jiwa menyarankan supaya rasa marah di-ungkapkan secara langsung untuk memberikan efek pelepasan dan pemulihan. Selain itu, mengungkapkan kekesalan, kekurang-setujuan, atau rasa marah bisa menunjukkan posisi kita terhadap suatu masalah.
          Hasilnya, orang lain pun memahami sebab-sebab kemarahan kita dan jika hal tersebut memang beralasan, tindakan tersebut bisa mencegah kejadian yang sama berulang. Namun, mengungkapkan perasaan-perasaan tersebut tanpa membuat pihak lain sakit hati atau terancam sungguh bukan hal yang mudah.
          Para pemarah sejati biasanya kurang berhasil melakukan pengungkapan amarah dengan kata-kata yang bisa dikendalikan dengan sangat ketat. Sungguh, mengungkapkan kemarahan dengan cara ini perlu kekuatan self-control yang luar biasa.
          Maka sebelum memutuskan untuk mengungkapkan kemarahan secara langsung, perlu ada jeda perenungan sejenak sambil meng-gunakan teknik pernafasan untuk memperantarai pilihan tersebut.
          Jika berhasil di tahap pengendalian pertama dengan teknik pernafasan, biasanya hasrat mengungkapkan kemarahan tidak akan berlanjut. Setidaknya, penundaan sejenak tersebut memberi kita peluang untuk mencari solusi dan cara pengungkapan kemarahan dengan lebih bijaksana.
          3. Pelampiasan Bertanggung Jawab
          Adakalanya kemarahan tidak langsung bisa diatasi dalam sekejap dan akhirnya terbawa-bawa sampai beberapa waktu lamanya. Apalagi kalau penyebab kemarahan memang hal yang sangat penting sehingga membuat pikiran berkecamuk dan dilanda stres. Dalam kasus seperti ini, menekan rasa marah atau aktivitas menenangkan diri terkadang tidak cukup.
          Bagi sebagian orang yang tabiat marahnya sangat kental, perlu pengalihan atau pelampiasan kemarahan yang sifatnya bertanggungjawab dan terkendali. Artinya, pelampiasan non-agresif yang tidak menimbulkan ancaman, kerugian, atau akibat yang lebih buruk lagi.
          Apa saja bentuk pelampiasan tersebut?
          Coba lakukan aktivitas fisik yang menyegarkan badan dan pikiran, seperti push-up, bela diri, angkat beban, jogging, atau memukul sansak.
          Pelampiasan dengan memukul sansak misalnya, dianggap sebagai pelampiasan rasa marah yang paling efektif, terutama untuk melampiaskan kemarahan yang benar-benar memuncak. Memukul sansak dengan sekuat tenaga sambil berteriak membuat rasa marah tersalur dengan baik.
          Jika memukul sansak yang biasa dilakukan dengan memfokuskan kebencian kita kepada si penyebab kemarahan, tetapi dalam pelampiasan yang lebih positif pemukulan sansak dilakukan dengan teriakan sugestif kepada diri sendiri.
          Misalnya, "Aku bisa mengatasi masalah ini!", "Aku hebat, pasti bisa atasi semua!", "Aku kuat, tidak boleh jatuh!", dll. Teriakan sugestif ini juga bisa dilakukan untuk aktivitas lainnya.
          4. Diskusi Empatik
          Ada kalanya rasa marah muncul karena kesalahpahaman atau karena kita tidak bisa memandang persoalan dengan jernih. Kita selalu menganggap pikiran dan keyakinan kita yang paling benar. Akibatnya, dalam memandang sesuatu sering kurang obyektif sehingga persoalan yang memancing kemarahan muncul.
          Cara efektif untuk mengendalikan kemarahan jenis ini adalah dengan melakukan dialog atau diskusi dengan orang lain yang dipandang bisa lebih obyektif dalam melihat permasalahannya.
          Kita juga bisa mendiskusikan apakah respon kemarahan kita adalah hal yang tepat, menyelesaikan masalah, atau malah membuat situasinya menjadi lebih buruk. Rekan diskusi yang obyektif biasanya bisa mengarahkan kita pada pembicaraan yang empatik atau memandang persoalan dari sudut orang lain (si penyebab marah).
          Diskusi empatik dengan orang yang tepat dan dilakukan secara terarah sangat membantu kita mengatasi rasa marah. Ini hampir sama dengan melakukan konseling, walau sifatnya lebih akrab dan informal. Diskusi semacam ini juga bisa menjadi cara pelepasan kekesalan atau uneg-uneg, asal diungkapkan dengan cara yang tidak menimbulkan problem baru.
          Diskusi akan lebih efektif jika pihak yang sedang marah mau mengambil sikap lebih aktif mendengarkan dan berempati. Misalnya, dengan mengambil posisi sebagai si penyebab kemarahan. Selain meredam kemarah-an, diskusi seperti ini juga bisa menambah wawasan, memperbaiki perspektif, dan melatih keterampilan berkomunikasi.
          5. Kebiasaan Berpikir
          Supaya usaha meredam sifat lekas marah lebih efektif, maka cara-cara di atas harus dilatih terus-menerus sehingga mem-bentuk kebiasaan penanganan amarah secara sehat. Pada saat yang sama, paradigma dalam memandang persoalan harus diubah. Di sinilah letak pentingnya kebiasaan berpikir secara positif.
          Cara berpikir positif akan mendorong kita menanggapi persoalan-persoalan secara positif pula. Artinya, lebih condong kepada solusi daripada persoalan itu sendiri. Lebih fokus pada kelebihan daripada kekurangan.
          Banyak orang berusaha menghilangkan sifat pemarahnya tanpa diikuti perubahan paradigma. Usaha setengah-setengah seperti ini jarang berhasil. Mengapa? Karena rasa marah adalah aktivitas yang didominasi oleh emosi. Sementara, emosi hanya bisa dikendalikan oleh kematangan cara kita berpikir.
          Jika paradigma atau cara berpikirnya belum diperbaiki, emosi tetap sulit terkendali. Akibatnya, amarah bisa muncul kapan saja dan akal sehat sulit digunakan untuk mengendalikannya.






3 GAYA MARAH
Marah atau amarah sebenarnya merupakan tanggapan terhadap perasaan dan perlakuan yang tidak  berkenan bagi dirinya. Dan penyebab marah bisa dari diri sendiri maupun dari external. Penyebab dari diri sendiri seperti curiga, cemburu, kecewa atau merasa terancam, sedangkan dari external seperti ‘delay’ penerbangan, penundaan jadual kereta api, kemacetan lalu lintas. Ada tiga macam gaya marah yang ditunjukkan oleh orang yang sedang marah, yaitu:
Reaksi Marah dengan diungkapkan
Menurut para pakar, ketika amarah diutarakan secara tegas tanpa ada kesan menyerang merupakan cara tersehat. Ketika ada masalah, persoalan ditempatkan pada tempatnya tanpa menyakiti orang lain ataupun dirinya sendiri. Seperti orang tua yang menegur anaknya agar disiplin, teguran sebenarnya merupakan amarah tetapi karena disampaikan dengan cara yang sesuai dan tepat maka amarah tersebut tidak dirasakan oleh orang yang dimarahi.
Reaksi Marah dengan dipendam / ditahan.
Gaya ini akan lebih bermanfaat jika si ‘pelaku’ yang marah untuk bersikap positif dan mencoba-coba untuk mencari pemecahannya. Misal ketika seorang anak yang merasa diperlakukan tidak adil dengan tidak boleh keluar rumah dan kemudian dia mencari pemecahannya dengan berkonsentrasi belajar/beraktivitas yang bermanfaat lainnya maka dia bisa menyalurkan amarahnya. Tetapi jika terlalu sering ditahan tanpa dicari solusinya, amarah yang dikumpulkan terlalu banyak tersebut dan bisa ‘keluar’ dalam bentuk masalah yang lain seperti tekanan darah tinggi atau bahkan dalam bentuk depresi. Atau memicu masalah baru seperti menjelek-jelekkan, sinis, atau sikap bermusuhan, sehingga lama-lama status dari korban akan berubah menjadi pelaku dengan menganggap rendah dan mengkritik segala hal yang dilakukan orang yang menyebabkan dia marah sehingga menyebabkan nyaris tidak ada hubungan baik dengan siapa pun.
Reaksi Marah dengan diredakan.
Gaya yang terakhir ini yang bersangkutan mencoba berusaha untuk mengendalikan sikap, serta menenangkan hati dan perasaannya. Misal (ini hanya contoh semata) kita berencana pergi ke Plaza Semanggi untuk berbelanja tetapi sebelum sampai di tujuan, mobil kita yang membawa ke Plaza Semanggi bocor rodanya dan setelah diperbaiki kita mendengar bahwa akses menuju kesana tertutup karena ada demonstrasi sehingga kemacetan sangat parah. Meskipun kita kecewa, tidak ada yang menyalahkan mobil atau demonstrasi tersebut. Dan untuk meredakan kekecewaan yang bisa berubah kemarahan tersebut, kita berbelanja di Mall Ambassador karena kita melewati mall tersebut.
Apa penyebab orang jadi cepet marah ?
Jawaban yang sudah ada :
Jawaban 1 :
bisa jadi darah tinggi, atau orang itu emang dasarnya pemarah, atau klo emang dia bener2 marah pasti ada sebabnya juga coz klo g ada sebabnya udah marah2 itu namaya orang gila
Jawaban 2 :
1. Karena kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang di-inginkan.
2. Karena Kecewa, Teman, saudara dan Orang yang diharapkannya, Melanggar apa yang sudah menjadi ketentuannya.
3. Karena Sakit hati,  Misalnya telah dikhianati.
4. Karena merasa Di-Ingkari.
Jawaban 3 :
Marah bisa muncul kalau kedamaian kita terusik, pikiran kita tidak tenang.
kapan ?
·         sewaktu kita sedang sakit / kurang sehat
·         sewaktu sedang banyak masalah yg melilit
·         sewaktu sedang di aniaya orang secara fisik maupun mental, seperti di maki2, di bohongi, di ejek di pukul.
·         sewaktu kita kehilangan
·         sewaktu kita di perdaya
·         sewaktu kita kehilangan keseimbangan
·         sewaktu kita lupa



MARAH YG BERMANFAAT
KOMPAS.com - Saat ini tampaknya banyak orang yang mudah marah atau terpancing emosinya. Bisa jadi marah karena masalah yang besar atau bahkan marah karena hal yang sepele. Contoh yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari – hari misalnya adalah kemarahan di jalan raya. Seseorang yang sedang berkendara atau berjalan kaki, yang semula tenang dapat berubah dan marah – marah karena ada pengendara lain yang memotong jalan atau hampir menabraknya. Kejadian yang lebih parah adalah ketika akhirnya hari itu menjadi kacau akibat kemarahan tersebut.

Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apakah seseorang tidak boleh marah? Apakah amarah selalu berakibat buruk?
Jawabannya adalah seseorang boleh saja marah dan amarah tidak selalu harus berakibat buruk. Tetapi bagaimana caranya agar amarah tidak membuat kacau dan justru malah bermanfaat bagi seseorang? Ini yang perlu kita pelajari.

Amarah adalah salah satu bentuk emosi yang dimiliki oleh seseorang. Emosi sendiri memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk membangun atau menghancurkan kehidupan seseorang. Ketika emosi dikelola dengan baik, kekuatannya dapat membangun kehidupan seseorang menjadi lebih baik, tetapi begitu juga sebaliknya ketika emosi tidak dikelola dengan baik.

Marah yang bermanfaat adalah marah yang tepat dan sudah dikelola dengan baik. Hal ini jelas tidak mudah, butuh waktu, kesabaran dan hati yang lapang, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan. Langkah pertama yang perlu dilatih terus menerus adalah menyadari ketika kita merasa marah.

Sadari bahwa saat ini aku sedang marah. Proses menyadari adalah langkah awal untuk mengendalikan dan mengelola amarah.
Setelah menyadari, seseorang perlu memahami dan menerima alasan kenapa ia marah. Inilah langkah yang kedua, proses memahami dan menerima bahwa ada sesuatu yang membuatnya marah.

Termasuk dalam proses memahami adalah mengevaluasi penyebab kemarahannya. Seorang Ibu yang baru pulang bekerja mulai merasa marah ketika anaknya yang masih balita merengek – rengek padanya, padahal ia merasa sangat lelah. Ibu ini dapat saja langsung memarahi anaknya dan meminta anaknya untuk tidak mengganggunya. Tetapi hal tersebut dapat berbuntut anak tambah menangis dan si-Ibu semakin frustasi.

Ketika si-Ibu mau mencoba menyadari, kemudian mencoba memahami kejadian tersebut, ia akan dapat melihat bahwa anaknya merengek – rengek bukan karena nakal, tetapi anaknya rindu padanya.

Berdasarkan kisah dari beberapa orang, terungkap bahwa terkadang sesuatu yang membuat marah justru punya alasan atau maksud yang berbeda. Banyak yang menyesal karena sudah marah – marah untuk alasan yang tidak tepat, misalnya marah karena ada orang yang menunjuk – nunjukkan jari padanya, padahal orang tersebut bermaksud memberitahu bahwa ada bahaya yang mengancamnya dari belakang. Alasan sebenarnya inilah yang perlu kita pahami agar tidak asal marah dan buang – buang energi.

Langkah yang ketiga adalah mengelola atau mengekspresikan amarah dengan tepat. Jika kita punya alasan yang tepat, misalnya bukan hanya meluapkan emosi, tetapi juga demi pembelajaran bagi orang lain, kita dapat mengungkapkan kemarahan kita.

Kemarahan yang bermanfaat tentu saja bukan kemarahan yang ingin membalas atau menyakiti orang lain, melainkan marah yang mendidik dan membangun.

Cara lain yang dapat kita lakukan adalah mengelola dengan mengubah amarah yang kita rasakan menjadi hal yang positif bagi diri kita. Kita dapat mencoba melihat sisi positif dari kejadian yang membuat kita marah, mengambil hikmah atau pembelajaran dari kejadian tersebut.

Kita juga dapat mengubah energi kemarahan yang kita rasakan menjadi energi yang dapat memotivasi kita melakukan hal yang bermanfaat. Daripada marah – marah pada pengendara motor yang memotong jalan dan sudah tidak tampak lagi, lebih baik energi yang ada digunakan untuk lebih waspada, mencermati jalan, menyalurkan hobi menyanyi, atau menyelesaikan pekerjaan di kantor.

Intinya adalah jangan terjebak pada kemarahan yang dapat merusak hari dan diri kita, tetapi manfaatkanlah kemarahan dengan cara yang tepat. Sadari, pahami dan kelola dengan tepat emosi marah yang kita rasakan karena kemampuan ini adalah bagian dari kecerdasan emosi yang kita miliki. 
MENSIASATI MARAH DLM KELUARGA
KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam. Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang lebih merusak.
Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki daya tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi orang lain.
Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan kemarahan secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam mengajar anak mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin. Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.
Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L. mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela. Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang dikatakan Imam Ja'far Ash-Shadiq as, yaitu "Hindarilah amarah, karena hal itu akan menyebabkan kamu tercela."
Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara keseluruhan. Imam Ja'far Ash-Shadiq as berkata, "Amarah membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya."
Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr. Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
Keempat, marah akan "mempercepat" kematian. Amarah yang terjadi pada seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata, "Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat kematian." Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila Anda sedang marah maka hendaklah membaca "ta'awwudz" (memohon perlindungan) kepada Allah SWT, sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan setan. Nabi saw. bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu marah maka katakanlah: 'Aku berlindung kepada Allah', maka marahnya akan menjadi reda". (HR Abi Dunya).
Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., "Apabila salah seorang di antara kamu marah maka diamlah." (HR Ahmad).
Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi saw., "Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka berbaringlah." (HR Asy-Syaikhany).
Keempat, bila upaya ta'awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah maka berwudulah atau mandilah." (HR Ibnu Asakir, Mauquf).


Menyiasati marah
Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain lembab atau basah.
Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam, mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak. Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.
Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:
  1. Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar kemampuannya itu harus diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak menerimanya dengan senang.
  2. Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga, terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
  3. Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
  4. Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.
  5. Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri, sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.
Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kia bersabar. Wallahu'alam.***




MEMAHAMI SIFAT MARAH

 “Like other emotions, anger is accompanied by physiological and biological changes; when you get angry, your heart rate and blood pressure go up, as do the levels of your energy hormones, adrenaline, and noradrenaline. “
Seperti bentuk emosi lainnya, marah juga diikuti dengan perubahan psikologis dan biologis. Ketika Anda marah, denyut nadi dan tekanan darah meningkat, begitu juga dengan level hormon, adrenaline, dan noradrenaline.
Demikian ungkapan Charles Spielberger, Ph.D., seorang ahli psikologi yang mengambil spesialisasi studi tentang marah. Dari pendapatnya tersebut, dapat kita perhatikan bahwa sesungguhnya ketika kita marah, ada banyak hal yang terjadi pada diri kita yang mungkin tidak pernah kita perhatikan dan telaah lebih jauh. Ketika marah, secara psikologis dan biologis diri kita mengalami perubahan yang cukup signifikan, bahkan drastis, dibandingkan dengan keadaan ketika kita tidak marah.
Marah adalah suatu perilaku yang normal dan sehat, sebagai salah satu bentuk ekspresi emosi manusia. Namun, ketika marah tidak terkendali dan cenderung menuju arah destruktif, marah akan menjadi masalah. Masalah tersebut bisa timbul di lingkungan pekerjaan -dalam hubungan antarpersonal- dan yang lebih luas lagi adalah dalam kualitas hidup pribadi secara keseluruhan.
Selain sebagai bentuk ekspresi emosi, marah juga merupakan satu bentuk komunikasi. Adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita main-main atau tidak serius. Dalam hal ini, tentunya juga berkaitan dengan masalah budaya. Dalam budaya masyarakat tertentu, suatu bentuk ekspresi seseorang akan dianggap sebagai bentuk ekspresi marah sedangkan dalam budaya masyarakat lain dianggap biasa-biasa saja, salah satu contoh konkretnya adalah logat bahasa.
Contoh lainnya adalah dalam pertandingan sepak bola. Tak jarang kita lihat ada pemain yang bersitegang, terutama apabila terjadi pelanggaran. Ketika bersitegang, sikap yang ditunjukkan para pemain Eropa akan berbeda dengan sikap yang diperlihatkan para pemain Indonesia. Dalam kebanyakan pertandingan Liga Eropa yang kita saksikan di televisi, apabila pemain saling bersitegang, mereka beradu mulut dan bahkan saling berhadapan. Mata melotot dan urat-urat leher pun tampak menjadi tegang. Namun, setelah melampiaskan kekesalan dan amarah masing-masing, mereka pun bisa segera melanjutkan pertandingan dengan baik. Adapun di Indonesia, tak jarang kita menyaksikan persitegangan antara dua pemain, namun merembet pada pemain lain sehingga menyebabkan perkelahian massal antarpemain.
Marah ternyata bisa ditinjau dari berbagai aspek, termasuk juga dari aspek agama. Dalam ajaran Islam, ada beberapa ayat dan hadis Nabi yang menjelaskan tentang marah. Dalam penjelasan-penjelas an tersebut disebutkan bahwa alangkah lebih baiknya apabila kita bisa menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. Namun, hal ini juga tidak berarti bahwa kita tidak boleh marah, sebab Nabi juga pernah marah dan marah dalam batas-batas tertentu justru bisa membawa dampak positif bagi manusia.
Anger is a completely normal, usually healthy, human emotion. But when it gets out of control and turns destructive, it can lead to problems.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar sobat sangat berguna untuk kebaikan blog ini di masa depan ,,tapi jangan pilih SPAM.
Semoga tulisan2 ini bisa membantu sobat2 untuk menggali wawasan dan pengetahuas...
.............SALAM SUKSES..................