MARAH
Amarah adalah salahsatu bentuk emosi manusia yang sepenuhnya
bersifat normal dan sehat. Setiap individu pasti pernah marah dengan berbagai
alasan. Meski merupakan suatu hal yang wajar dan sehat, namun jika tidak
dikendalikan dengan tepat dan bersifat destruktif maka amarah akan berpotensi
besar untuk menimbulkan masalah baru, seperti masalah di tempat kerja, di
keluarga, atau pun hubungan interpersonal.
Faktor penyebab mengapa seseorang menjadi marah dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: external dan internal. Faktor external adalah hal-hal yang datang dari
luar diri sang individu. Contoh: Anda marah kepada atasan atau bawahan anda;
anda juga bisa menjadi marah karena terjebak macet atau tertundanya jadwal
penerbangan. Di samping hal-hal external tersebut, kemarahan juga dapat
disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang ada di dalam diri anda. Dengan kata
lain ada unfinished business yang bisa memicu anda untuk marah. Contoh:
ketakutan atau kekuatiran terhadap suatu hal tertentu, ketidakmampuan dalam
berinteraksi, adanya pengalaman traumatik atau pun kenangan pahit di masa lalu.
Sehubungan dengan kemarahan, dalam kehidupan sehari-hari seringkali dijumpai
bahwa ada individu-individu tertentu yang sangat gampang marah. Mereka bisa
marah terhadap hal apa saja, dengan siapa saja dan kapan saja. Singkat kata
mereka ini lebih banyak menunjukkan kemarahan dibandingkan dengan
individu-individu lainnya. Individu-individu seperti inilah yang biasa di sebut
"Pemberang" atau sering pula disebut sebagai orang yang "emosional"
(meski istilah ini menurut saya kurang tepat). Individu-individu ini amat
sering terlihat mengomel, menggerutu, memboikot atau menarik diri dari
pergaulan, berteriak, bahkan sampai melemparkan barang-barang atau mengeluarkan
kata-kata tidak senonoh.
Adapun faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa individu tertentu gampang
sekali menjadi marah dapat dibagi dalam beberapa faktor sebagai berikut:
1. Genetik
Fakta genetik menunjukkan bahwa beberapa anak memang terlahir dengan
karakteristik mudah marah. Hal ini bisa dilihat pada awal-awal tahun kehidupan
sang anak.
2. Sosial-Budaya
Dalam budaya masyarakat tertentu amarah atau marah sering dianggap sebagai
suatu hal yang negatif. Individu seringkali diajarkan bahwa mengungkapkan atau
melepaskan kecemasan, depresi atau emosi yang lain adalah baik kecuali
kemarahan. Akibatnya individu menjadi tidak pernah belajar bagaimana mengatasi
rasa marah ataupun mengekpresikan kemarahan secara konstruktif.
3. Latarbelakang Keluarga
Tak bisa dipungkiri bahwa faktor keluarga memainkan peranan yang signifikan
terhadap gampang atau tidaknya seseorang menjadi marah. Nampaknya pepatah kuno
yang mengatakan bahwa "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" masih
berlaku. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu-individu yang gampang
marah seringkali berasal dari keluarga yang berantakan dan tidak trampil dalam
mengungkapkan emosi ataupun berkomunikasi. Selain itu dijumpai pula bahwa
orangtua yang "pemberang" cenderung menghasilkan anak yang pemberang
pula
10 MENGENDALIKAN MARAH
Amarah tidak mudah
dihilangkan, tetapi bisa dikendalikan.
Berhasil mengendalikan rasa marah
berarti mengurangi potensi datangnya masalah.
.
.
Seperti diungkap dalam tulisan
sebelumnya "Bahayanya Kemarahan yang Tak Terkendali", memang ada
orang-orang yang memiliki karakter mudah marah. Latar belakang keluarga atau
persoalan-persoalan hidup sehari-hari memang bisa mengkondisi-kan seseorang
jadi mudah marah.
Bahkan ada anggapan yang
mempercayai kalau tabiat lekas marah pada orang-orang tertentu memang sudah
bawaan sejak lahir. Mungkin untuk kasus-kasus tertentu tabiat cepat marah harus
ditangani oleh seorang psikolog atau psikiater.
Ini jika rasa marah sudah
menjadi semacam penyakit psikis yang kronis, pelampiasannya selalu bersifat
agresif, serta mendatangkan akibat-akibat serius, baik bagi si penderita mapun
orang-orang di sekitarnya.
Tetapi sesungguhnya masih banyak
cara praktis yang bisa dipraktekkan secara mandiri untuk mengendalikan atau
me-ngurangi frekuensi munculnya amarah, berikut mencegahnya menjadi sebentuk
kemarahan yang sifatnya agresif.
Pada prinsipnya, ada tiga cara
menegendalikan tabiat marah. Pertama, melakukan langkah-langkah khusus
setiap kali rasa marah muncul. Kedua, mengembangkan langkah-langkah
khusus tersebut menjadi kebiasaan. Ketiga, mengubah paradigma atau
cara pandang terhadap suatu permasalahan.
Jika kebiasaan marah-marah sudah
berlangsung sangat lama, maka pengendaliannya pun perlu latihan yang
terus-menerus. Itu berarti dibutuhkan usaha pengendalian yang mencakup tindakan
praktis, membangun kebiasaan baru, serta mengembangkan cara pandang yang lebih
positif.
Sementara jika kemarahan muncul
hanya karena stimulus-stimulus dari luar yang sifatnya insidental, tips berikut
cukup ampuh untuk meredakan dan mengendalikan rasa marah.
1. Tarik Nafas
Rasa marah bisa muncul karena
sebab-sebab sepele dari luar diri kita. Tetapi, kemarahan jenis ini biasanya
telah ada bibit sebelum stimulus dari luar muncul dan membuatnya meledak.
Mungkin saja kondisi psikis kita sedang tertekan sehingga hal kecil pun bisa
memancing kemarahan.
Cara praktis pertama yang bisa
dilakukan untuk mengendali-kan marah seperti ini adalah dengan segera menarik
nafas dalam-dalam selama 1-2 menit. Kemudian, lanjutkan dengan nafas yang lebih
pelan dan teratur.
Jika sebab kemarahan ada di
depan kita, maka sebaiknya kita berpaling dan mengayun beberapa langkah
menjauhinya sambil tetap mengatur pernafasan yang lembut. Jika sedang sendirian
di ruangan, ada baiknya kita melangkah tujuh ke depan dan tujuh langkah ke
belakang.
Hal penting yang harus dilakukan
saat mengatur pernafasan maupun melangkah ke depan dan ke belakang adalah
berdialog dengan diri sendiri.
Cobalah bertanya dengan
bijaksana kepada diri sendiri, misalnya: "Apakah aku layak marah?",
"Apakah dengan marah masalah akan selesai?", "Apakah kemarahanku
membuat keadaan menjadi lebih baik?", "Apakah benar kejadian ini
semata karena kesalahan orang lain?", "Bukankah lebih baik
memfokuskan pikiran untuk mencari jalan keluarnya?", "Apa keuntungan
dan kebaikan yang saya dapat jika masalah ini bisa diselesaikan dengan baik?",
dll.
Lakukan dialog dengan diri
sendiri tersebut berulang-ulang sambil tetap mengatur pernafasan dengan lembut
dan berirama. Jika di sekitar ada cermin, maka dialog akan lebih efektif dalam
memberikan sugesti diri yang lebih positif.
Jika rasa marah muncul di tengah
keramaian, segera alihkan perhatian dari obyek yang dianggap sebagai penyebab
kemarahan. Carilah obyek lain sebagai perhatian dan selanjutnya lakukan dialog
diri seperti di atas.
2. Pengungkapan yang Dewasa
Sebagian ahli jiwa menyarankan
supaya rasa marah di-ungkapkan secara langsung untuk memberikan efek pelepasan
dan pemulihan. Selain itu, mengungkapkan kekesalan, kekurang-setujuan, atau
rasa marah bisa menunjukkan posisi kita terhadap suatu masalah.
Hasilnya, orang lain pun
memahami sebab-sebab kemarahan kita dan jika hal tersebut memang beralasan,
tindakan tersebut bisa mencegah kejadian yang sama berulang. Namun,
mengungkapkan perasaan-perasaan tersebut tanpa membuat pihak lain sakit hati
atau terancam sungguh bukan hal yang mudah.
Para pemarah sejati biasanya
kurang berhasil melakukan pengungkapan amarah dengan kata-kata yang bisa
dikendalikan dengan sangat ketat. Sungguh, mengungkapkan kemarahan dengan cara
ini perlu kekuatan self-control yang luar biasa.
Maka sebelum memutuskan untuk
mengungkapkan kemarahan secara langsung, perlu ada jeda perenungan sejenak
sambil meng-gunakan teknik pernafasan untuk memperantarai pilihan tersebut.
Jika berhasil di tahap
pengendalian pertama dengan teknik pernafasan, biasanya hasrat mengungkapkan
kemarahan tidak akan berlanjut. Setidaknya, penundaan sejenak tersebut memberi
kita peluang untuk mencari solusi dan cara pengungkapan kemarahan dengan lebih
bijaksana.
3. Pelampiasan
Bertanggung Jawab
Adakalanya kemarahan tidak
langsung bisa diatasi dalam sekejap dan akhirnya terbawa-bawa sampai beberapa
waktu lamanya. Apalagi kalau penyebab kemarahan memang hal yang sangat penting
sehingga membuat pikiran berkecamuk dan dilanda stres. Dalam kasus seperti ini,
menekan rasa marah atau aktivitas menenangkan diri terkadang tidak cukup.
Bagi sebagian orang yang tabiat
marahnya sangat kental, perlu pengalihan atau pelampiasan kemarahan yang
sifatnya bertanggungjawab dan terkendali. Artinya, pelampiasan non-agresif yang
tidak menimbulkan ancaman, kerugian, atau akibat yang lebih buruk lagi.
Apa saja bentuk pelampiasan
tersebut?
Coba lakukan aktivitas fisik
yang menyegarkan badan dan pikiran, seperti push-up, bela diri, angkat
beban, jogging, atau memukul sansak.
Pelampiasan dengan memukul
sansak misalnya, dianggap sebagai pelampiasan rasa marah yang paling efektif,
terutama untuk melampiaskan kemarahan yang benar-benar memuncak. Memukul sansak
dengan sekuat tenaga sambil berteriak membuat rasa marah tersalur dengan baik.
Jika memukul sansak yang biasa
dilakukan dengan memfokuskan kebencian kita kepada si penyebab kemarahan,
tetapi dalam pelampiasan yang lebih positif pemukulan sansak dilakukan dengan
teriakan sugestif kepada diri sendiri.
Misalnya, "Aku bisa
mengatasi masalah ini!", "Aku hebat, pasti bisa atasi semua!",
"Aku kuat, tidak boleh jatuh!", dll. Teriakan sugestif ini juga bisa
dilakukan untuk aktivitas lainnya.
4. Diskusi Empatik
Ada kalanya rasa marah muncul
karena kesalahpahaman atau karena kita tidak bisa memandang persoalan dengan
jernih. Kita selalu menganggap pikiran dan keyakinan kita yang paling benar.
Akibatnya, dalam memandang sesuatu sering kurang obyektif sehingga persoalan
yang memancing kemarahan muncul.
Cara efektif untuk mengendalikan
kemarahan jenis ini adalah dengan melakukan dialog atau diskusi dengan orang
lain yang dipandang bisa lebih obyektif dalam melihat permasalahannya.
Kita juga bisa mendiskusikan
apakah respon kemarahan kita adalah hal yang tepat, menyelesaikan masalah, atau
malah membuat situasinya menjadi lebih buruk. Rekan diskusi yang obyektif
biasanya bisa mengarahkan kita pada pembicaraan yang empatik atau memandang
persoalan dari sudut orang lain (si penyebab marah).
Diskusi empatik dengan orang
yang tepat dan dilakukan secara terarah sangat membantu kita mengatasi rasa
marah. Ini hampir sama dengan melakukan konseling, walau sifatnya lebih akrab
dan informal. Diskusi semacam ini juga bisa menjadi cara pelepasan kekesalan
atau uneg-uneg, asal diungkapkan dengan cara yang tidak menimbulkan problem
baru.
Diskusi akan lebih efektif jika
pihak yang sedang marah mau mengambil sikap lebih aktif mendengarkan dan
berempati. Misalnya, dengan mengambil posisi sebagai si penyebab kemarahan.
Selain meredam kemarah-an, diskusi seperti ini juga bisa menambah wawasan,
memperbaiki perspektif, dan melatih keterampilan berkomunikasi.
5. Kebiasaan Berpikir
Supaya usaha meredam sifat lekas
marah lebih efektif, maka cara-cara di atas harus dilatih terus-menerus
sehingga mem-bentuk kebiasaan penanganan amarah secara sehat. Pada saat yang
sama, paradigma dalam memandang persoalan harus diubah. Di sinilah letak
pentingnya kebiasaan berpikir secara positif.
Cara berpikir positif akan
mendorong kita menanggapi persoalan-persoalan secara positif pula. Artinya,
lebih condong kepada solusi daripada persoalan itu sendiri. Lebih fokus pada
kelebihan daripada kekurangan.
Banyak orang berusaha
menghilangkan sifat pemarahnya tanpa diikuti perubahan paradigma. Usaha
setengah-setengah seperti ini jarang berhasil. Mengapa? Karena rasa marah
adalah aktivitas yang didominasi oleh emosi. Sementara, emosi hanya bisa
dikendalikan oleh kematangan cara kita berpikir.
Jika paradigma atau cara
berpikirnya belum diperbaiki, emosi tetap sulit terkendali. Akibatnya, amarah
bisa muncul kapan saja dan akal sehat sulit digunakan untuk mengendalikannya.
3 GAYA MARAH
Marah atau amarah sebenarnya merupakan tanggapan terhadap perasaan dan
perlakuan yang tidak berkenan bagi dirinya. Dan
penyebab marah bisa dari diri sendiri maupun
dari external. Penyebab dari diri sendiri seperti curiga, cemburu, kecewa atau
merasa terancam, sedangkan dari
external seperti ‘delay’
penerbangan, penundaan jadual kereta api, kemacetan lalu lintas. Ada
tiga
macam gaya marah yang
ditunjukkan oleh orang yang
sedang marah, yaitu:
Reaksi Marah dengan diungkapkan
Menurut para pakar, ketika amarah diutarakan secara tegas tanpa ada kesan
menyerang merupakan cara
tersehat. Ketika ada masalah,
persoalan ditempatkan pada tempatnya tanpa menyakiti orang lain ataupun dirinya
sendiri. Seperti orang tua yang menegur anaknya agar disiplin, teguran
sebenarnya merupakan amarah tetapi karena disampaikan dengan cara yang sesuai
dan tepat maka amarah tersebut tidak
dirasakan oleh orang yang dimarahi.
Reaksi Marah dengan dipendam / ditahan.
Gaya ini akan lebih bermanfaat jika si ‘pelaku’ yang marah untuk bersikap
positif dan mencoba-coba untuk mencari pemecahannya. Misal ketika seorang anak
yang merasa diperlakukan tidak adil dengan tidak boleh keluar rumah dan
kemudian dia mencari pemecahannya dengan berkonsentrasi belajar/beraktivitas
yang bermanfaat lainnya maka dia bisa menyalurkan amarahnya. Tetapi jika
terlalu sering ditahan tanpa dicari solusinya,
amarah yang dikumpulkan terlalu banyak
tersebut dan bisa ‘keluar’ dalam bentuk masalah yang lain seperti tekanan darah
tinggi atau bahkan dalam bentuk
depresi. Atau memicu masalah baru seperti
menjelek-jelekkan, sinis, atau
sikap bermusuhan, sehingga lama-lama status
dari korban akan berubah menjadi pelaku dengan menganggap rendah dan mengkritik
segala hal yang dilakukan orang yang menyebabkan dia marah sehingga menyebabkan
nyaris tidak ada hubungan baik dengan siapa pun.
Reaksi Marah dengan diredakan.
Gaya yang terakhir ini yang bersangkutan mencoba berusaha untuk
mengendalikan sikap, serta menenangkan
hati dan perasaannya. Misal (ini hanya contoh semata) kita berencana pergi ke
Plaza Semanggi untuk berbelanja tetapi sebelum sampai di tujuan, mobil kita
yang membawa ke Plaza Semanggi bocor rodanya dan setelah diperbaiki kita mendengar
bahwa akses menuju kesana tertutup karena ada demonstrasi sehingga kemacetan
sangat parah. Meskipun kita kecewa, tidak ada yang menyalahkan mobil atau
demonstrasi tersebut. Dan untuk meredakan
kekecewaan yang bisa berubah
kemarahan tersebut, kita berbelanja di Mall Ambassador karena kita melewati
mall tersebut.
Apa penyebab orang jadi cepet
marah ?
Jawaban yang
sudah ada :
Jawaban 1 :
bisa jadi
darah tinggi, atau orang itu emang dasarnya pemarah, atau klo emang dia bener2
marah pasti ada sebabnya juga coz klo g ada sebabnya udah marah2 itu namaya
orang gila
Jawaban 2 :
1. Karena
kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang di-inginkan.
2. Karena Kecewa, Teman, saudara dan Orang yang diharapkannya, Melanggar apa
yang sudah menjadi ketentuannya.
3. Karena Sakit hati, Misalnya telah dikhianati.
4. Karena merasa Di-Ingkari.
Jawaban 3 :
Marah bisa
muncul kalau kedamaian kita terusik, pikiran kita tidak tenang.
kapan ?
·
sewaktu kita
sedang sakit / kurang sehat
·
sewaktu
sedang banyak masalah yg melilit
·
sewaktu
sedang di aniaya orang secara fisik maupun mental, seperti di maki2, di
bohongi, di ejek di pukul.
·
sewaktu kita
kehilangan
·
sewaktu kita
di perdaya
·
sewaktu kita
kehilangan keseimbangan
·
sewaktu kita
lupa
MARAH YG BERMANFAAT
KOMPAS.com - Saat ini tampaknya banyak orang yang mudah
marah atau terpancing emosinya. Bisa jadi marah karena masalah yang besar atau
bahkan marah karena hal yang sepele. Contoh yang dapat kita lihat dalam
kehidupan sehari – hari misalnya adalah kemarahan di jalan raya. Seseorang yang
sedang berkendara atau berjalan kaki, yang semula tenang dapat berubah dan
marah – marah karena ada pengendara lain yang memotong jalan atau hampir
menabraknya. Kejadian yang lebih parah adalah ketika akhirnya hari itu menjadi
kacau akibat kemarahan tersebut.
Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apakah seseorang tidak boleh marah?
Apakah amarah selalu berakibat buruk?
Jawabannya adalah seseorang boleh saja marah dan amarah tidak selalu harus
berakibat buruk. Tetapi bagaimana caranya agar amarah tidak membuat kacau dan
justru malah bermanfaat bagi seseorang? Ini yang perlu kita pelajari.
Amarah adalah salah satu bentuk emosi yang dimiliki oleh seseorang. Emosi
sendiri memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk membangun atau
menghancurkan kehidupan seseorang. Ketika emosi dikelola dengan baik,
kekuatannya dapat membangun kehidupan seseorang menjadi lebih baik, tetapi
begitu juga sebaliknya ketika emosi tidak dikelola dengan baik.
Marah yang bermanfaat adalah marah yang tepat dan sudah dikelola dengan baik.
Hal ini jelas tidak mudah, butuh waktu, kesabaran dan hati yang lapang, tapi
bukan berarti tidak dapat dilakukan. Langkah pertama yang perlu dilatih terus
menerus adalah menyadari ketika kita merasa marah.
Sadari bahwa saat ini aku sedang marah. Proses menyadari adalah langkah awal
untuk mengendalikan dan mengelola amarah.
Setelah menyadari, seseorang perlu memahami dan menerima alasan kenapa ia
marah. Inilah langkah yang kedua, proses memahami dan menerima bahwa ada
sesuatu yang membuatnya marah.
Termasuk dalam proses memahami adalah mengevaluasi penyebab kemarahannya.
Seorang Ibu yang baru pulang bekerja mulai merasa marah ketika anaknya yang
masih balita merengek – rengek padanya, padahal ia merasa sangat lelah. Ibu ini
dapat saja langsung memarahi anaknya dan meminta anaknya untuk tidak
mengganggunya. Tetapi hal tersebut dapat berbuntut anak tambah menangis dan
si-Ibu semakin frustasi.
Ketika si-Ibu mau mencoba menyadari, kemudian mencoba memahami kejadian
tersebut, ia akan dapat melihat bahwa anaknya merengek – rengek bukan karena
nakal, tetapi anaknya rindu padanya.
Berdasarkan kisah dari beberapa orang, terungkap bahwa terkadang sesuatu yang
membuat marah justru punya alasan atau maksud yang berbeda. Banyak yang
menyesal karena sudah marah – marah untuk alasan yang tidak tepat, misalnya
marah karena ada orang yang menunjuk – nunjukkan jari padanya, padahal orang
tersebut bermaksud memberitahu bahwa ada bahaya yang mengancamnya dari
belakang. Alasan sebenarnya inilah yang perlu kita pahami agar tidak asal marah
dan buang – buang energi.
Langkah yang ketiga adalah mengelola atau mengekspresikan amarah dengan tepat.
Jika kita punya alasan yang tepat, misalnya bukan hanya meluapkan emosi, tetapi
juga demi pembelajaran bagi orang lain, kita dapat mengungkapkan kemarahan
kita.
Kemarahan yang bermanfaat tentu saja bukan kemarahan yang ingin membalas atau
menyakiti orang lain, melainkan marah yang mendidik dan membangun.
Cara lain yang dapat kita lakukan adalah mengelola dengan mengubah amarah yang
kita rasakan menjadi hal yang positif bagi diri kita. Kita dapat mencoba
melihat sisi positif dari kejadian yang membuat kita marah, mengambil hikmah
atau pembelajaran dari kejadian tersebut.
Kita juga dapat mengubah energi kemarahan yang kita rasakan menjadi energi yang
dapat memotivasi kita melakukan hal yang bermanfaat. Daripada marah – marah
pada pengendara motor yang memotong jalan dan sudah tidak tampak lagi, lebih
baik energi yang ada digunakan untuk lebih waspada, mencermati jalan,
menyalurkan hobi menyanyi, atau menyelesaikan pekerjaan di kantor.
Intinya adalah jangan terjebak pada kemarahan yang dapat merusak hari dan diri
kita, tetapi manfaatkanlah kemarahan dengan cara yang tepat. Sadari, pahami dan
kelola dengan tepat emosi marah yang kita rasakan karena kemampuan ini adalah
bagian dari kecerdasan emosi yang kita miliki.
MENSIASATI MARAH DLM
KELUARGA
KEHIDUPAN
dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat berpeluang untuk
memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam. Mulai dari yang sepele
sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi emosional yang sangat wajar,
seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa bersalah. Hanya biasanya kemarahan
itu memunculkan dampak langsung yang lebih merusak.
Menurut
Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan saja tidak
realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu memperlihatkan rasa
marah dapat menderita cacat cukup serius dalam hubungan sosialnya kelak. Ia
mungkin akan tampak seolah tidak memiliki daya tahan atau kekuatan untuk
membela diri dalam menghadapi tekanan sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan
mudah menjadi objek manipulasi orang lain.
Dengan
demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan seorang anak.
Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan kemarahan secara wajar dan
proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam mengajar anak mengungkapkan
kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin. Terutama sejak anak mulai dapat
berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak menyatakan kemarahan dalam bentuk
verbal.
Yang jelas,
pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi ketidakseimbangan
pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk berpikir sehat. Atas alasan
inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L. mengungkapkan kejahatan merupakan
perwujudan dari kepribadian yang tidak seimbang. Ketika seorang individu kehilangan
pengawasan atas akalnya, maka ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan
dirinya sendiri. Manusia tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi
juga kehilangan perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada
gilirannya berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Ada beberapa
alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan marah dalam
kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela. Timbulnya
sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal setelah marahnya
berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang marah, apa pun
alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera setelah ia tenang, dan
dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta maaf kepada mereka yang telah
ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang dikatakan Imam Ja'far Ash-Shadiq as,
yaitu "Hindarilah amarah, karena hal itu akan menyebabkan kamu
tercela."
Kedua, marah dapat membinasakan hati.
Marah itu tidak lain merupakan salah satu penyakit hati yang kalau dibiarkan
akan dapat merusak diri secara keseluruhan. Imam Ja'far Ash-Shadiq as berkata,
"Amarah membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat
menguasainya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya."
Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ
tubuh. Berkait dengan ini, Dr. Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah
mengenai pengaruh fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah
mengungkapkan adanya berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti
hati, pembuluh darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh
jalan fungsi tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan
hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
Keempat, marah akan "mempercepat"
kematian. Amarah yang terjadi pada seseorang akan memengaruhi atas kualitas
kesehatannya. Menurut para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian
secara mendadak jika hal itu mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as
pernah berkata, "Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan
mempercepat kematian." Berkait dengan pengendalian marah, secara umum
seperti diungkap Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila
Anda sedang marah maka hendaklah membaca "ta'awwudz" (memohon
perlindungan) kepada Allah SWT, sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak
terkendali adalah dorongan setan. Nabi saw. bersabda, "Apabila salah
seorang di antaramu marah maka katakanlah: 'Aku berlindung kepada Allah', maka
marahnya akan menjadi reda". (HR Abi Dunya).
Kedua, bila Anda sedang marah maka
berusahalah untuk diam atau tidak banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., "Apabila
salah seorang di antara kamu marah maka diamlah." (HR Ahmad).
Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan
berdiri maka duduklah, bila duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut
ditegaskan oleh Nabi saw., "Marah itu dari setan, maka apabila salah
seorang di antaramu marah dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam
keadaan duduk maka berbaringlah." (HR Asy-Syaikhany).
Keempat, bila upaya ta'awwudz, diam, duduk,
dan berbaring tidak mampu mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang
bisa dilakukan adalah dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi
saw., "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api.
Dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di
antaramu marah maka berwudulah atau mandilah." (HR Ibnu Asakir, Mauquf).
Menyiasati marah
Manakala
seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan kasar, menurut
Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan memandikannya
menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain lembab atau basah.
Lebih dari
itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam, mengungkapkan,
pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada pembatasan gerak, beban
yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak. Misalnya menjauhkan anak dari
sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak untuk mengikuti tradisi atau sistem
yang ditetapkan.
Oleh sebab
itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan dalam mengatasi
kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:
- Tidak membebani anak dengan
tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun tugas itu banyak atau pekerjaan
yang di luar kemampuannya itu harus diberikan, kita harus memberikannya
secara bertahap dan berupaya agar anak menerimanya dengan senang.
- Ciptakan ketenangan anak karena
emosi yang dipancarkan anggota keluarga, terutama ayah dan ibu, akan
terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
- Hindarkan kekerasan dan pukulan
dalam mengatasi kemarahan anak karena itu akan membentuk anak menjadi
keras dan cenderung bermusuhan.
- Gunakan cara-cara persuasif,
lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.
- Ketika anak kita dalam keadaan
marah, bimbinglah tangannya menuju tempat wudu dan ajaklah dia berwudu
atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil berdiri, bimbinglah agar dia
mau duduk.
Sementara
itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri, sebenarnya lebih
ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego masing-masing. Kunci utamanya
adalah berusaha dengan membangun iklim keterbukaan dan kasih sayang di antara
keduanya. Begitu pula halnya dengan anggota keluarga lainnya, seperti dengan
anak-anak.
Cara
menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka hendaknya pihak
lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas kemarahannya. Sikap kita
lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah merupakan upaya yang efektif
dalam mengendalikan marah agar keburukannya tidak menyebar ke lingkungan
sekitarnya.
Akhirnya,
ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka sebaiknya orang
tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan disesalinya
kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan menghindarkan akibat-akibatnya,
Imam Ali as telah memerintahkan agar kia bersabar. Wallahu'alam.***
MEMAHAMI SIFAT MARAH
“Like other emotions, anger is accompanied
by physiological and biological changes; when you get angry, your heart rate
and blood pressure go up, as do the levels of your energy hormones, adrenaline,
and noradrenaline. “
Seperti bentuk emosi lainnya, marah juga diikuti dengan perubahan psikologis
dan biologis. Ketika Anda marah, denyut nadi dan tekanan darah meningkat,
begitu juga dengan level hormon, adrenaline, dan noradrenaline.
Demikian ungkapan Charles Spielberger, Ph.D., seorang ahli psikologi yang
mengambil spesialisasi studi tentang marah. Dari pendapatnya tersebut, dapat
kita perhatikan bahwa sesungguhnya ketika kita marah, ada banyak hal yang
terjadi pada diri kita yang mungkin tidak pernah kita perhatikan dan telaah
lebih jauh. Ketika marah, secara psikologis dan biologis diri kita mengalami
perubahan yang cukup signifikan, bahkan drastis, dibandingkan dengan keadaan
ketika kita tidak marah.
Marah adalah suatu perilaku yang normal dan sehat, sebagai salah satu bentuk
ekspresi emosi manusia. Namun, ketika marah tidak terkendali dan cenderung
menuju arah destruktif, marah akan menjadi masalah. Masalah tersebut bisa
timbul di lingkungan pekerjaan -dalam hubungan antarpersonal- dan yang lebih
luas lagi adalah dalam kualitas hidup pribadi secara keseluruhan.
Selain sebagai bentuk ekspresi emosi, marah juga merupakan satu bentuk
komunikasi. Adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin kita
sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita
main-main atau tidak serius. Dalam hal ini, tentunya juga berkaitan dengan
masalah budaya. Dalam budaya masyarakat tertentu, suatu bentuk ekspresi
seseorang akan dianggap sebagai bentuk ekspresi marah sedangkan dalam budaya
masyarakat lain dianggap biasa-biasa saja, salah satu contoh konkretnya adalah
logat bahasa.
Contoh lainnya adalah dalam pertandingan sepak bola. Tak jarang kita lihat
ada pemain yang bersitegang, terutama apabila terjadi pelanggaran. Ketika
bersitegang, sikap yang ditunjukkan para pemain Eropa akan berbeda dengan sikap
yang diperlihatkan para pemain Indonesia. Dalam kebanyakan pertandingan Liga
Eropa yang kita saksikan di televisi, apabila pemain saling bersitegang, mereka
beradu mulut dan bahkan saling berhadapan. Mata melotot dan urat-urat leher pun
tampak menjadi tegang. Namun, setelah melampiaskan kekesalan dan amarah
masing-masing, mereka pun bisa segera melanjutkan pertandingan dengan baik.
Adapun di Indonesia, tak jarang kita menyaksikan persitegangan antara dua
pemain, namun merembet pada pemain lain sehingga menyebabkan perkelahian massal
antarpemain.
Marah ternyata bisa ditinjau dari berbagai aspek, termasuk juga dari aspek
agama. Dalam ajaran Islam, ada beberapa ayat dan hadis Nabi yang menjelaskan
tentang marah. Dalam penjelasan-penjelas an tersebut disebutkan bahwa alangkah
lebih baiknya apabila kita bisa menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang
lain. Namun, hal ini juga tidak berarti bahwa kita tidak boleh marah, sebab
Nabi juga pernah marah dan marah dalam batas-batas tertentu justru bisa membawa
dampak positif bagi manusia.
Anger is a completely normal, usually healthy, human emotion. But when it
gets out of control and turns destructive, it can lead to problems.